Pada Sebuah Hati : Johan ( Part 4 )

Monday, September 04, 2017



“ Lo tahu orang yang namanya Johan? “ gerutunya

“ Aku ? ” aku menoleh dan meletakkan buku yang aku baca

“ Iya lah, siapa lagi? Di sini Cuma ada gua dan lo kan? ”

“ Bu Eni? ” tanyaku kepadanya. Aku tersenyum

“ Bu Eni? ” dia menepuk jidatnya sendiri, “ Masa iya gua Tanya sama Bu Eni? Bunuh diri dong gua? ”

Aku tersenyum kembali. Sebenarnya aku ingin tertawa, tapi kali ini aku masuk dalam jebakan yang Bu Eni buat. Ya Tuhan apa lagi ini?

“ Aku pernah sekelas sama Johan. Kenapa? Lagi pula aku juga semester ini sekelas sama dia ” akhirnya aku meberanikan diri menjawab pertanyaan Sarah

“ Lo serius? ” girang sekali dia

“ Enggak sih, bohong ” jawabku santai

“ Gua pulang lah, perasaan kita baru kenal tiga hari lalu lo udah ngerjain gua terus! ” dia berdiri dan merapikan bukunya

“ Silahkan ” aku tersenyum kepadanya. Kembali membaca buku

nggak nggak. Ayolah bantu gua. Please ” dia kembali kemejanya. Kembali duduk dengan rapi. Mirip anak kecil yang merengek minta permen

“ Kamu masih ada hutang denganku kan? Sekarang ceritakan isi buku Feminist Thought ” tagihku

“ Anu, gua . . .  ngg . . . apa itu namanya? ”

" Lupa? Jelas! " sindirku

Aku memandangnya dan mengangkat bahu tanda bahwa aku tak tahu. Dia sepertinya gugup. Kulihat dia balik memandangku. Aku mengangkat alis dan tersenyum. Dia berdiri tak lama setelah itu

“ Gua akan certain isi bukunya bahkan sampai riwayat yang nulis bukunya. Sekarang lo antar gua nemuin Johan ke kelasnya ” dia menarik tanganku dengan kasarnya. Aku yang kaget menepis tangannya

“ Apa apaan sih? ” sergahku

Dia dengan tajam menatapku, ah betapa keras kepala sekali perempuan satu ini. Dia kembali menggenggam tanganku, ditatapnya diriku tajam tajam.

“ Please antar gua, dia yang bisa bantu gua. Kata Bu Eni dia yang nemuin buku yang pernah gua pinjem ”

Digelandanya diriku keluar perpustakaan. Aku melewati Bu Eni dan memberikan tanda protes. Beliau hanya tertawa. Sial! Memang aku menemukan sebuah buku tergeletak di bangku sebuah ruangan ketika aku lewat. Segera saja aku bawa pulang. Entah milik siapa bahkan aku tidak tahu. Ternyata Sarah empunya buku itu. Dan bodohnya lagi, aku cerita ke Bu Eni tentang buku yang aku temukan. Oke, sekarang aku paham. Ini yang direncanakan Bu Eni. Sial! Kenapa beliau tidak memberitahuku bahwa buku itu milik Sarah? Sekarang justru aku yang masuk jebakanku sendiri. Dasar! Semoga sekarang kelas dalam kondisi kosong

Dan? Sial di kelas masih ada Dion sama anak anak yang lain. Sarah yang nyelonong masuk sambil menggandengku langsung menemui Dion. Dion sepertinya kaget. Sama! aku juga kaget, lebih tepatnya heran sih.

“ Mas di sini ada yang namanya Johan? Kata mas ini ada yang namanya Johan. Kalian sekelas bukan? ” Wuih, bakat intelnya keluar!

Sepertinya Dion tambah kaget. Dion yang bingung segera menatap diriku. Aku yang tahu itu segera mengedipkan mata. Kode!

“ Johan? Sepertinya dia sedang keluar. Kenapa ya mbak? Ada perlu?” Tanya Dion

“ Oh iya mas, ada perlu sebentar sama Johan. Tapi sepertinya sekarang tidak ada  ” jawabnya dengan sopan. Wah dia mungkin gila ya? Giliran ngomong sama aku bahasanya lo gua, giliran sama orang lain saja kalemnya minta ampun. Mungkin keturunan keraton kalah kalem sama dia. Berlebihan ah! Sarah menatapku. Sepertinya dia hendak pamit atau semacamnya sama Dion. Untunglah, dion bisa diandalkan!

“ Tapi aku punya nomornya Johan, mungkin kalau mbaknya mau saya bisa kasih ” Dion mencoba memberikan penawaran

Apa? Dion sudah gila ya? Ya Tuhan cobaan apa lagi yang engkau berikan. Kenapa aku memiliki teman satu macam ini. Sumpah, lelah ini batin seharian. Aku manatap Dion tanda bahwa aku protes. Dion hanya tertawa kecil. Kulihat anak anak yang lain sama saja. Sial sekali hari ini

“ Beneran mas? Saya boleh minta? ” sarah mulai menekan tombol pada layar ponselnya. Dia terlihat senang. Aku tidak. Sarah berterima kasih kepada Dion. Aku tidak. Dia kembali kepadaku, sambil menunjukkan deretan angka di layar ponselnya. Ya benar! Itu nomorku.

“ Oke mas, sebentar Johan akan saya telfon “ Sarah menekan tombol panggilan. Sial dia menelponku? Aku? Yang ada di sebelahnya? Segera kurogoh saku celanaku, dan aku matikan ponselku. Bisa gawat kalau Sarah tahu kalau Johan itu aku.

“ Tidak aktif mas, mungkin saya telfon nanti saja ” jawab Sarah sambil mengakhiri panggilan
“ Mungkin dia sedang ada kegiatan. Ngapain sih rebut amat ” jawabku seadanya tanpa melihatnya.
 Dia mendongak ke arahku. Aku tahu itu tanda protes

“ Iya mbak mungkin Johan lagi ada kegiatan lain. Nanti juga bisa di hubungi ” Dion menjawab dengan santainya. Tapi aku tahu dia menahan tawa, jelas sekali dari mukanya

“ Iya mas, kalau begitu saya ijin dulu, terima kasih ya mas ” Dion dan yang lainnya segera mengiyakan. Mereka semua berjabatan tangan. Sarah menghampiriku dan menarikku keluar. Aku menoleh ka arah Dion. Sial! Mereka mengejekku!

“ Oke gua makasih banget sama lo ” Sarah berhenti dan menoleh ke arahku

“ Iya sama sama ” sumpah! Benar benar malas. Hari ini sangat melelahkan, padahal masih pagi

“ Gua mau balik lah, lo ntar kalau ketemu Johan bilangin sama dia ada yang nyariin  ” pintanya

“ Di cariin siapa? ” aku pura pura tidak tahu namanya

“ Duh gua lupa, kita belum kenalan kan? Gua Sarah ” dia menyodorkan tangannya

“ Aku Adi, gimana kok gak panggil mas lagi seperti saat kamu mencoba meminjam buku waktu itu? ” sindirku

“ Sial lah! Lo rese banget sih. Ingat kita baru kenal ya! ” gerutunya

“ Ingat kita juga baru kenal, orang yang baru kenal nggak akan seenak jidatnya narik tangan orang dan di bawa kesana kemari mirip ”

Kulihat dia malu

“ Oke gua minta maaf ”

“ Kamu masih punya hutang sama aku, kapan mau certain isi buku yang kamu pinjam halaman 312 ”

Dia menepuk jidatnya sambil mengaduh. Dia menatapku sebentar dan menjadi agak lama. Dia lari! Ya! Dia lari!

“ Hei! ” teriakku

“ Gua mau nylesein urusan sama Johan, kalau udah selesai gua bakal ceriatin itu buku. Bye! ” dia melambaikan tangan

Aku mendengus kesal. Benar benar kesal. Pertama Bu Eni, lalu Dion, dan sekarang dia? Sarah! Aku kembali ke dalam kelas dan menemui Dion. Dasar sialan itu Dion. Kembali aku nyalakan ponselku.

Ting!!

“ Selamat pagi mas, apakah ini nomornya mas Johan? Saya Sarah dari jurusan pemerintahan. Kalau mas ada waktu bisakah kita bertemu sebentar? Saya ada perlu dengan anda. Terima kasih ”


Argggh Sarah lagi!



Part 3 bisa di baca di sini
Ingin baca versi Sarah? Klik : http://www.farihikmaliyani.com


BERSAMBUNG KE PART 5 )

You Might Also Like

0 comments

Followers

Total Pageviews

Translate